Sabtu, 30 Oktober 2010

Buah Sirsak si pembunuh Kanker

Soursop, buah dari pohon Graviola adalah pembunuh alami sel kanker yang ajaib dengan 10.000 kali lebih kuat daripada terapi kemo. Tapi kenapa kita tidak tahu?
Karena salah satu perusahaan Dunia merahasiakan penemuan riset mengenai hal ini se-rapat2nya, mereka ingin agar dana riset yang dikeluarkan sangat besar, selama bertahun-tahun, dapat kembali lebih dulu plus keuntungan berlimpah dengan cara membuat pohon Graviola Sintetis sebagai bahan baku obat dan obatnya djual kepasar Dunia. Memprihatinkan,  beberapa  orang meninggal sia2, mengenaskan, karena keganasan kanker, sedangkan perusahaan raksasa, pembuat obat dengan omzet milyaran dollar menutup rapat2 rahasia keajaiban pohon Graviola ini. 
Pohonnya  rendah, di Brazil dinamai "Graviola", di Spanyol "Guanabana" bahasa Inggrisnya "Soursop". Di Indonesia, ya  buah  Sirsak.
Buahnya  agak besar,  kulitnya  berduri  lunak, daging buah berwarna putih, rasanya manis2 kecut/asam, dimakan dengan cara membuka kulitnya atau dibuat jus.. 
Khasiat  dari  buah  sirsak  ini  memberikan  effek  anti  tumor/kanker yang  sangat kuat,dan terbukti secara medis  menyembuhkan  segala  jenis kanker.
Selain menyembuhkan kanker, buah sirsak juga berfungsi sebagai anti bakteri, anti jamur(fungi), effektive melawan berbagai jenis parasit/cacing, menurunkan tekanan darah tinggi, depresi, stress, dan menormalkan kembali sistim syaraf yang kurang baik. 
Salah  satu  contoh  betapa pentingnya keberadaan Health Sciences Institute bagi orang2 Amerika adalah Institute ini  membuka  tabir  rahasia buah ajaib ini.
Fakta yang mencengangkan adalah: Jauh dipedalaman hutan Amazon, tumbuh "pohon  ajaib",  yang akan merubah cara berpikir anda, dokter anda, dan dunia mengenai proses penyembuhan kanker dan harapan untuk bertahan h id up. Tidak ada yang bisa menjanjikan lebih dari hal ini, untuk masa2 yang akan datang. 


Riset membuktikan  "pohon ajaib" dan buahnya ini bisa :
- Menyerang  sel  kanker  dengan  aman  dan  effektive secara alami, TANPA rasa mual, berat  
  badan turun, rambut rontok, seperti yang terjadi pada terapi kemo.
- Melindungi sistim kekebalan tubuh dan mencegah dari infeksi yang mematikan.
- Pasien merasakan lebih kuat, lebih sehat selama proses perawatan / penyembuhan.
- Energi meningkat dan penampilan phisik membaik.


Sumber berita sangat mengejutkan ini berasal dari salah satu pabrik obat terbesar di Amerika.
Buah Graviola di-test di lebih dari 20 Laboratorium, sejak tahun 1970-an sampai  beberapa tahun berikutnya..Hasil Test dari ekstrak (sari) buah ini adalah :
- Secara effektive memilih target dan membunuh sel jahat dari 12 type kanker yang berbeda, 
  diantaranya kanker :Usus Besar, Payu Dara, Prostat, Paru2, dan Pankreas.
- Daya kerjanya 10.000 kali lebih kuat dalam memperlambat pertumbuhan sel kanker 
  dibandingkan dengan Adriamycin dan  Terapi Kemo yang biasa digunakan!
- Tidak seperti terapi kemo, sari buah ini secara selective hanya memburu dan membunuh sel2 
  jahat dan TIDAK membahayakan/ membunuh sel2 sehat!


Riset telah dilakukan secara ekstensive pada pohon "ajaib" ini, selama bertahun-tahun  tapi kenapa kita tidak tahu apa2 mengenai hal ini? Jawabnya adalah : Begitu mudah kesehatan kita, kehidupan kita, dikendalikan oleh yang memiliki uang dan kekuasaan! 
Salah satu perusahaan obat terbesar di Amerika dengan omzet milyaran dollar melakukan riset luar biasa pada pohon Graviola yang tumbuh dihutan Amazon ini.
Ternyata beberapa bagian dari pohon ini : kulit kayu, akar, daun, daging buah dan bijinya, selama berabad-abad menjadi obat bagi suku Indian di Amerika Selatan untuk menyembuhkan  sakit jantung, asma, masalah liver (hati) dan rematik. 


Dengan bukti2 ilmiah yang minim, perusahaan mengucurkan Dana dan Sumber Daya Manusia yang sangat besar guna melakukan riset dan aneka test. Hasilnya sangat mencengangkan. 
Graviola secara ilmiah terbukti sebagai mesin pembunuh sel kanker! Tapi? kisah Graviola hampir berakhir disini. Kenapa?
Dibawah Undang2 Federal, sumber bahan alami untuk obat DILARANG / TIDAK BISA dipatentkan.
Perusahaan menghadapi masalah besar, berusaha sekuat tenaga dengan biaya sangat besar untuk membuat sinthesa/kloning  dari Graviola ini agar bisa dipatentkan sehingga dana yang dikeluarkan untuk Riset dan Aneka Test bisa kembali, dan bahkan meraup keuntungan besar. 
Tapi usaha ini tidak berhasil. Graviola tidak bisa di-kloning.
Perusahaan gigit jari setelah mengeluarkan dana milyaran dollar untuk Riset dan Aneka Test.
Ketika mimpi untuk mendapatkan keuntungan besar ber-angsur2 memudar, kegiatan riset dan test juga berhenti. Lebih parah lagi, perusahaan menutup proyek ini dan memutuskan untuk TIDAK mempublikasikan hasil riset ini. 
Beruntunglah, ada salah seorang Ilmuwan dari Team Riset tidak tega melihat kekejaman ini terjadi.
Dengan mengorbankan karirnya, dia menghubungi sebuah perusahaan yang biasa mengumpulkan bahan2 alami dari hutan Amazon untuk pembuatan obat. 
Ketika para pakar riset dari Health Sciences Institute mendengar berita keajaiban Graviola, mereka mulai melakukan riset. Hasilnya sangat mengejutkan. Graviola terbukti sebagai pohon pembunuh sel kanker yang effektive. The National Cancer Institute mulai melakukan riset ilmiah yang pertama pada tahun 1976. Hasilnya membuktikan bahwa daun dan batang kayu Graviola mampu menyerang dan menghancurkan sel2 jahat kanker. Sayangnya hasil ini hanya untuk keperluan intern dan tidak dipublikasikan. 
Sejak 1976, Graviola telah terbukti sebagai pembunuh sel kanker yang luar biasa pada uji coba yang dilakukan oleh 20 Laboratorium Independence yang berbeda. Suatu  studi  yang  dipublikasikan  oleh the Journal of Natural Products menyatakan bahwa studi yang dilakukan oleh  Catholic  University  di  Korea Selatan,  menyebutkan  bahwa  salah  satu  unsur  kimia  yang  terkandung d id alam  Graviola,mampu  memilih,  membedakan  dan  membunuh sel kanker Usus Besar dengan 10.000 kali lebih kuat dibandingkan dengan Adriamycin dan Terapi Kemo! 
Penemuan yang paling mencolok dari study Catholic University ini adalah: Graviola bisa menyeleksi memillih dan membunuh hanya sel jahat kanker, sedangkan sel yang sehat tidak tersentuh/terganggu . Graviola tid ak seperti terapi kemo yang tidak bisa membedakan sel kanker dan sel sehat, maka sel2 reproduksi (seperti lambung dan rambut) dibunuh habis oleh Terapi Kemo, sehingga timbul effek negative: rasa mual dan rambut rontok. Sebuah studi di Purdue University membuktikan bahwa daun Graviola mampu membunuh sel kanker secara effektive, terutama sel kanker: Prostat, Pankreas, dan Paru2.
Setelah selama kurang lebih 7 tahun tidak ada berita mengenai Graviola, akhirnya berita keajaiban ini pecah juga, melalui informasi dari Lembaga2 tsb. diatas. Pasokan terbatas ekstrak Graviola yang di budi dayakan dan dipanen oleh orang2 pribumi Brazil , kini bisa diperoleh di Amerika. 
Kisah lengkap tentang Graviola, dimana memperolehnya, dan bagaimana cara memanfaatkannya, dapat dijumpai dalam Beyond Chemotherapy: New Cancer Killers, Safe as Mother's milk, sebagai free special bonus terbitan Health Sciences Institute.
Sekarang  anda tahu manfaat buah sirsak yang luar biasa ini. Rasanya manis2 kecut menyegarkan. Buah alami 100% tanpa efek samping apapun.

Minggu, 17 Oktober 2010

Kisah perjalanan batin seorang ulama

Kisah perjalanan batin seorang ulama, melalui doa, rasa kecewa, takut, marah, khawatir, hingga mendapatkan hidayah, bahwa putri bungsunya yang progressive dan aggresive ternyata tetap dalam lindungan dan Jalannya Allah S.W.T.

Medan, 15 Juni 1975
Hari ini engkau terlahir ke dunia, anakku. Meski tidak seperti harapanku bertahun-tahun merindukan kehadiran seorang anak laki-laki, aku tetap bersyukur engkau lahir dengan selamat setelah melalui jalan divakum. Telah kupersiapkan sebuah nama untukmu; Qaulan Syadida..Aku sangat terkesan dengan janji Allah dalam surat Al-Ahzab ayat tujuh puluh, maknanya perkataan yang benar. Harapanku engkau kelak menjadi seorang yang kaya iman dan memperoleh fauzan’adzima, kemenangan yang besar seperti yang engkau telah dijanjikan Allah dalam Al-Quran. Sungguh kelahiranmu telah mengajarkanku makna bersyukur…

1981 Tahun ini engkau memasuki sekolah dasar. Usiamu belum genap enam tahun. Tetapi engkau terus merengek minta disekolahkan seperti saudarimu. Engkau berbeda dari keempat kakakmu terdahulu. Bagaimana engkau dengan gagah tanpa ragu atau malu-malu melangkah memasuki ruang kelasmu. Bahkan engkau tak minta dijemput. Saat ini aku mulai menyadari sifat keberanian yang tumbuh dalam dirimu yang tak kutemukan dalam diri saudarimu yang lain.

1987 Putriku, sungguh aku pantas bangga padamu. Tahun ini engkau ikut Cerdas Cermat tingkat nasional di TVRI. Dengan bangga aku menyaksikan engkau tampil penuh percayar diri di layar kaca dan aku pun bisa berkata pada teman-temanku; itu anakku Qaulan…Meski tidak juara pertama, aku tetap bangga padamu. Namun di balik rasa banggaku padamu selalu terbesit satu kekhawatiran akan sikapmu yang agak aneh dalam pengamatanku. Tidak seperti keempat kakakmu yang kalem dan cendrung memilik sifat-sifat perempuan, engkaujustru sangat angresif, pemberani, agak keras kepala, meski tetap santun padaku dan selalu juara kelas.
Jika hari Ahad tiba, engkau lebih suka membantuku membersihkan taman, mengecat pagar, atau memegangi tangga bila aku memanjat membetulkan bocor. Engkau lebih sering mendampingiku dan bertanya tentang alat-alat pertukangan ketimbang membantu ibumu memasak di dapur seperti saudarimu yang lain.
Kebersamaan dan kedekatanmu denganku, membuatku sering meperlakukanmu sebagai anak lelakiku, dengan senang hati aku menjawab pertanyaan-pertanyaanmu, membekalimu dengan pengatahuan dan permainan untuk anak lelaki. Tak jarang kita berdua pergi memancing atau sekedar menaikkan layang-layang sore hari di lapangan madrasah tempat aku mengajar.
Putriku, sungguh kekhawatiranku berbuah juga. Engkau menolak bersekolah di tsanawiyah seperti saudarimu. Diam-diam tanpa sepengetahuanku engkau telah mendaftar di sebuah SMP negeri. Bukan kepalang kemarahanku. Untunglah ibumu datang membelamu, jika tidak mungkin tangan ini sudah berpindah ke pipimu yang putih mulus. Tegarnya watakmu, bahkan tak setetes airmata jatuh dari kedua matamu yang tajam menatapku.
Putriku, jika aku marah padamu semata-mata karena aku khawatir engkau larut dalam pola pergaulan yang tak benar, anakku. Terlebih-lebih saat engkau menolak mengenakan jilbab seperti keempat kakakmu. Betapa sedih dan kecewa hatiku melihatmu, Nak…

1993 Tahun ini engkau menamatkan SMAmu. Engaku tumbuh menjadi gadis cantik, periang, pemberani, dan banyak teman. Temanmu mulai dari tukang kebun sampai tukang becak, wartawan, bahkan menurut ibumu pernah anggota Kopassus datang mencarimu.
Putriku, disetiap bangun pagiku, aku seolah tak percaya engkau adalah putriku, putri seorang yang sering dipanggil Ustadz, putri seorang kepala madrasah, putri seorang pendiri perguruan Islam…
Putriku, entah mengapa aku merasa seperti kehilanganmu. Sedih rasanya berlama-lama menatapmu dengan potongan rambut hanya berbeda beberapa senti dengan rambutku. Biar praktis dan sehat; berkali-kali itu alasan yang kau kabarkan lewat ibumu. Jika terjadi sesuatu yang tidak baik pada dirimu selama melewati usia remajamu, putriku maka akulah orang yang paling bertanggung jawab atas kesalahan itu. Aku tidak behasil mendidikmu dengan cara yang Islami.
Dalam doa-doa malamku selalu kebermohon pada Rabbul ‘Izzati agar engkau dipelihara olehNya ketika lepas dari pengawasan dan pandangan mataku. Kesedihan makin bertambah takkala diam-diam engkau ikut UMPTN dan lulus di fakultas teknik. Fakultas teknik, putriku? Ya Rabbana, aku tak sanggup membayangkan engkau menuntut ilmu berbaur dengan ratusan anak laki-laki dan bukan satupun mahrommu?
Dalam silsilah keluarga kita tidak satupun anak perempuan belajar ilmu teknik, anakku. Keempat kakakmu menimba ilmu di institut agama dan ilmu keguruan. Ya, silsilah keluarga kita adalah keluarga guru, anakku. Engkau kemukakan sejumlah alasan, bahwa Islam juga butuh arsitek, butuh teknokrat, Islam bukan tentang ibadah melulu…Baiklah, aku sudah terlalu lelah menghadapimu, aku terima segala argumen dan pemikiranmu,putriku..
Dan aku akan lebih bisa menerima seandainya engkau juga mengenakan busana Muslimah saat memulai masa kuliahmu.

1995 Tahun ini tidak akan pernah kulupan. Akan kucatat baik-baik…Engkau putriku, yang selalu kusebut namamu dalam doa-doaku, kiranya Allah S.W.T mendengar dan mengabulkan pintaku. Ketika engkau pulang dari kuliahmu; subhannalah! Engkau sangat cantik dengan jilbab dan baju panjangmu, aku sampai tidak mengenalimu, putriku. Engkau telah berubah, putriku.. Apa sesungguhnya yang engkau dapati di luar sana. Bertahun-tahun aku mengajarkan padamu tentang kewajiban Muslimah menutup aurat, tak sekalipun engkau cela perkataanku meski tak sekalipun juga engkau indahkan anjuranku. Dua tahun di bangku kuliah, tiba-tiba engkau mengenakan busana takwa itu? Apa pula yang telah membuatmu begitu mudah menerima kebenaran ini? Putriku, setelah sekian lamanya waktu berlalu, kembali engkau mengajarkan padaku tentang hakikat dan makna bersyukur.

1997 Putriku, kini aku menulis dengan suasana yang lain. Ada begitu banyak asa tersimpan di hatiku melihat perubahan yang terjadi dalam dirimu. Engkau menjadi sangat santun, bahkan terlihat lebih dewasa dari keempat saudarimu yang kini telah berumah tangga semuanya. Kini, hanya engkau aku dan ibumu yang mendiami rumah ini.
Kurasakan rumah kita seolah-olah berpendar cahaya setiap saat dilantuni tilawah panjangmu. Gemercik suara air tengah malam menjadi irama yang kuhafal dan pantas kurenungi.
Putriku, jika aku pernah merasa bahagia, maka saat paling bahagia yang pernah kurasakan di dunia adalah saat ketika diam-diam aku memergokimu tengah menangis dalam sujud malammu….
Selalu kuyakinkan diriku bahwa akulah si pemilik mutiara cahaya hati itu, yaitu engkau putriku…

1998 Putriku, kalau saat ini aku merasa sangat bangga padamu, maka itu amat beralasan. Engkau telah lulus menjadi sarjana dengan predikat cum laude. Keharuan yang menyesak dadaku mengalahkan puluhan tanya ibumu, diantaranya; mengapa engkau tidak punya teman pendamping pria seperti kakak-kakakmu terdahulu? Engkau begitu sederhana, putriku, tanpa polesan apapun seperti lazimnya mereka yang akan berangkat wisuda, semua itu justru membuatku semakin bangga padamu. Entah darimana engkau bisa belajar begitu banyak tentang kebenaran, anakku…
Jika hari ini aku meneteskan airmata saat melihatmu dilantik, itu adalah airmata kekaguman melihat kesungguhan, ketegaran, serta prinsip yangengkau pegan teguh. Dalam hal ini akupun mesti belajar darimu, putriku…

1 Agustus 1999
Putriku, bulan ini usiaku memasuki bilangan enampuluh tiga. Aku teringat Rasulullah mengakhiri masa dakwahnya didunia pada usia yang sama.
Akhir-akhir ini tubuhku terasa semakin melemah. Penyakit jantung yang kuderita selama bertahun-tahun kemarin mendadak kumat, saat kudapati jawaban diluar dugaan dari keempat saudarimu. Tidak satu pun dari mereka bersedia meneruskan perguruan yang telah kubina selama puluhan tahun. Aku sangat maklum, mereka tentu mempunyai pertimbangan yang lain, yaitu para suami mereka.
Sedih hatiku melihat mereka yang telah kudidik sesuai dengan keinginanku kini seolah-oleh bersekutu menjauhiku.
Jika aku menulis diatas tempat tidur rumah sakit ini, itu dengan kondisi sangat lemah, putriku. Aku tak tahu pasti kapan Allah memanggilku. Putriku….kutitipkan buku harianku ini pada ibumu agar diserahkan padamu. Aku percaya padamu…Jika aku memberikan buku ini padamu, itu karena aku ingin engkau mengetahui betapa besar cintaku padamu, mengapa dulu aku sering memarahimu..maafkan buya, putriku…
Kini hanya engkau satu-satunya harapanku…Aku percaya perguruan yang telah kubangun dengan tanganku sendiri ini padamu. Aku bercita-cita mengembangkannya menjadi sebuah pesantren. Engkau masih ingat lapangan tempat kita dulu menaikkan layangan? Itu adalah tanah warisan almarhum kakekmu.
Di lapangan itulah kurencanakan berdiri bangunan asrama tempat para santri bermukim. Engkau seorang arsitek, anakku, tentu lebih memahami bangunan macam apa yang sesuai untuk kebutuhan sebuah asrama pesantren…
Kuserahkan sepenuhnya kepadamu, juga untuk mengelolanya nanti. Sebab aku yakin, dari tanganmu, dari hatimu yang jernih, dari perkataan dan tindakanmu yang selalu sejalan dengan kebenaran akan terlahir sebuah fauzan’adzima, kemenangan yang besar, seperti yang telah Allah janjikan, yakinlah, putriku…
Dalam diri dan jiwamu kini terhimpun beragam kapasitas keilmuan dunia dan akhirat. Kini kusadari engkau bukan saja sekedar terlahir dari rahim ibumu, tetapi juga lahir dari rahim bernama Hidayah. Semoga Allah menyertai dan memudahkan jalan yang akan engkau lalui, putriku. Amien Ya Rabbal ‘Alamiin.

12 Agustus 1999
Rabbi, jika airmata ini bukan tumpah, bukan karena aku tidak mengikhlaskan buyaku Engkau panggil, tapi sebab aku belum mengenali buyaku selama ini, seutuhnya. Sebab hanya seujung kuku baktiku padanya. Rabbi, perkenankan aku menjalankan amanah Buya dengan segenap radhi-Mu. hanya Engkau..ya Mujib…

(dari catatan harian seorang kiai)